Banyak orang yang mengaggap negative apabila mendengar ada seseorang yang marah (غضب) menganggap buruk semua ekspresi wajah yang menandakan marah, dikiranya tidak sesuai sunnah. Tujuan tulisan ini untuk menghilangkan anggapan tersebut, karena memang tidak semua marah bisa dinilai seperti itu, bahkan bisa jadi marah itu hukumnya sunnah untuk diekspresikan dan dilakukan apabila tepat.
Rasulullah pernah marah, padahal Rasul pemilik keimanan yang sempurna dan kesempurnaan keimanan itu sudah mendapat setempel keimanan terbaik (Imanan Kamilaa) sepanjang sejarah. Pertnyaannya, “Apa saja hal-hal yang membuatnya marah?
<span;>Berikut diantaranya: Pertama: Marah kepada seseorang yang menyusahkan Umatnya
عن أبي مسعود عقبة بن عمرو البدري رضي الله عنه قال: جاء رجل الى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال إني لأتأخر عن صلاة الصبح من أجل فلان مما يطيل بنا، فما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم غضب في موعظة قط أشد مما غضب يومئذ، فقال { ياأيها الناس: إن منكم منفرين، فأيكم أم الناس فليوجز فإن من ورائه الكبير والصغير وذا الحاجة} متفق عليه
Dari Abi Mas’ud yaitu ‘Uqbah Amr al-Badriy ra, berkata: ada seorang lelaki sowan kepada Nabi ﷺ lalu berkata, “Sungguh saya pasti tidak ikut salat jamaah Subuh sebab Imamnya seorang yang terlalu panjang salatnya”, kemudian saya (Abi Mas’ud) tidak pernah meliha Nabi marah dalam memberikan arahan lebih daripada marahnya pada hari itu, seraya bersabda:
“Sesunggunya diantara kalian semua ada orang-orang yang membuat orang lain lari (Tidak suka salat berjamaah), apabila kalian menjadi imam untuk yang lain, maka jangan terlalu lama salatnya, karena boleh jadi makmum di belakangnya ada makmum yang sudah sepuh, anak kecil dan ada yang bersegera untuk melakukan keperluan lainnya”. (H.R Bikhari Muslim)
Hadis diatas menjelaskan bahwa pada dasarnya agama Islam mengajarkan kemudahan, khususnya apabila dikerjakan secara berjamaah, hendaklah kita memudahkan urusan orang banyak, khususnya urusan Umat Nabi Muhammad Saw. Hadis ini juga mengabarkan bahwa Rasulullah Saw pernah marah, khususnya apabila berkaitan dengan umatnya, membuat susah umatnya, dipersulit meskipun dalam prihal salat jamaah.
Kedua: Marah apabila ada Keputusan hukum yang tidak adil (Berat sebelah).
وعن عائشة رضي الله عنها قالت: أنَّ قُرَيْشًا أهَمَّهُمْ شَأْنُ المَرْأَةِ المَخْزُومِيَّةِ الَّتي سَرَقَتْ، فَقالوا: مَن يُكَلِّمُ فِيهَا رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ؟ فَقالوا: ومَن يَجْتَرِئُ عليه إلَّا أُسَامَةُ بنُ زَيْدٍ، حِبُّ رَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أتَشْفَعُ في حَدٍّ مِن حُدُودِ اللَّهِ تعالى، ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، ثُمَّ قالَ: إنَّما أهْلَكَ مَنْ قَبْلَكُمْ، أنَّهُمْ كَانُوا إذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وإذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أقَامُوا عليه الحَدَّ، وايْمُ اللَّهِ لو أنَّ فَاطِمَةَ بنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا.
Dari Aisyah -raḍiyallāhu ‘anhā-, bahwa orang-orang Quraisy dibuat risau oleh urusan seorang wanita dari kabilah Bani Makhzūm yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa yang mau membicarakan urusan ini dengan Rasulullah ﷺ ?”. Sebagian mereka berkata, “Siapa lagi yang berani melakukannya selain Usāmah bin Zaid, kesayangan ﷺ.” Maka Usamah berbicara dengan Rasulullah, lalu nabi bersabda:
“Apakah kamu akan memberikan syafaat (Rekomendasi keringanan hukuman) terhadap orang yang melanggar salah satu hukum Allah?” Kemudian nabi berdiri dan berkhotbah seraya bersabda, “Sesungguhnya faktor yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah karena jika ada orang terpandang diantara mereka mencuri, mereka membiarkannya, dan sekiranya yang mencuri itu orang lemah diantara mereka, maka mereka menegakkan hukuman atas dirinya. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya kupotong tangannya.” (H.R Bikhari Muslim)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَداءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيراً فَاللَّهُ أَوْلى بِهِما فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كانَ بِما تَعْمَلُونَ خَبِيراً (135)
<span;>Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun (Keadilan itu) memberatkan terhadap diri kalian sendiri atau kedua orang tua dan kaum kerabat. Jika kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan (Kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan.”
Selain dua hadis diatas, banyak hadis-hadis sahih yang mengisahkan Rasulullah ﷺ marah, yang kesimpulannya dikatakan bahwa semua bentuk marahnya Rasulullah ﷺ disebabkan karena hukum-hukum Allah Swt dilanggar, ini karena Rasulullah imannya kuat, dan rasa cemburunya kuat apabila agamanya dilanggar. Apabila yang disakiti hatinya, fisiknya dan hak-hak pribadinya, tidak berkaitan dengan hukum Allah, maka tidak ada orang yang lebih sabar darinya dalam menahan rasa sakit karena perkataan dan perbuatan orang kafir. Wallahu A’lam.
Al Imam Aby Zakariya Yahya bin Syaraf AL Nawawi, Riyadushshalihin (Beirut, Muassasah al Risalah).